Tegangnya Konflik Pemilu: Antara Polaritas Ideologi dan Tantangan Demokrasi



Oleh : Novi Yanti dan Yohana Mutiara (Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Manajemen USU) 

Dibawah bimbingan Dosen :Prof. Dr. Elisabet Siahaan,SE.,MEc (Dosen Pembimbing Mata Kuliah Perilaku Organisasi USU)

***

Pemilu sebagai tanah lapang tempur ideologi, sering sekali menciptakan ketegangan yang mendalam di tengah-tengah masyarakat. Padahal pemilu bukan hanya tentang pemilihan pemimpin, tetapi juga refleksi dari indahnya demokrasi di Indonesia. 

Pemilu telah menjadi saksi tegangnya persaingan politik dengan polarisasi ideologi yang semakin tajam dan tantangan besar terhadap fondasi demokrasi. 

Di satu sisi, antusiasme masyarakat membanjiri tempat pemungutan suara, menunjukkan kepedulian akan proses demokratisasi. 

Namun, di sisilain berbagai gesekan dan konfrontasi antar pendukung menciptakan atmosfer yang kurang bersahabat dan menegangkan. 

Ketegangan ini menciptakan peta politik yang terbagi ke beberapa bagian, seolah-olah negeri ini melayang di antara dua kutub ideologis yang berlawanan.

Polaritas Ideologi : Badai di Langit Demokrasi

Polaritas ideologi menjadi salah satu pemicu utama munculnya konflik dalam konteks pemilu. Perbedaan keyakinan politik menjadi awan hitam yang mendung dan menutupi kejernihan visi bersama negeri ini. Seolah – olah setiap ideologi adalah petir yang siap menyambar dan memecah belah siapa saja. 

Sebenarnya Polaritas ideologi dapat menjadi panggung keberagaman yang memperkaya indahnya demokrasi. Menciptakan lanskap politik yang penuh warna seperti Pelangi di tengah badai.

Pentingnya memandang polaritas ideologi sebagai peluang emas untuk memperkaya demokrasi, sebagaimana biji – biji keberagaman yang dapat menyemarakkan keindahan taman politik, bukan sebagai badai yang menghantam kokohnya pagar persatuan. 

Dialog antarideologi perlu diupayakan sebagai alat untuk saling menyentuh dan menemukan titik temu yang baik. Sebagaimana awal mendung yang dapat terpecah dan membawah hujan yang menyuburkan tanah, pemahaman yang lebih baik dapat membawa kedamaian bagi masyarakat dalam berdemokrasi. 

Menyulam kisah keberagaman politik ini memerlukan komitmen bersama untuk membangun jembatan, bukan tembok, antara berbagai pandangan.

Tantangan Demokrasi : Pelayaran yang Berliku

Tantangan demokrasi sering kali dapat diibaratkan sebagai pelayaran yang beriliku, di mana kapal demokrasi harus menghadapi berbagai arus dan ombak yang mungkin mengancam kestabilan dan kelangsungan sistem tersebut. 

Sebagaimana pelayaran memerlukan keterampilan navigasi yang cermat, demokrasi juga memerlukan kepemimpinan yang bijaksana dan partisipasi aktif dari warganya. 

Namun, berbagai tantangan dapat muncul sebagai gelombang yang mendorong kapal demokrasi ke arah yang tidak diinginkan.

Arus radikalisme dan ekstremisme dapat menjadi badai yang mengancam demokrasi, menggoyahkan pondasiprinsip-prinsip keterbukaan dan toleransi. 

Selain itu, ombak korupsi dan ketidaksetaraan dapat merongrong struktur kapal demokrasi, mengancam prinsip-prinsip keadilan dan akuntabilitas.

Sementara itu, gelombang disinformasi dan manipulasi opini publik dapat mengaburkan visi demokrasi, membawa kapalnya ke arah yang tidak sesuai dengan kehendak mayoritas. 

Pelayaran demokrasi yang beriliku juga melibatkan tantangan terkait perlindungan hak asasi manusia, di mana setiap warga negara memiliki hak untuk dihormati dan dilindungi. 

Kapal demokrasi harus mampu menghadapi badai ketidaksetaraan, diskriminasi, dan pelanggaran hak-hak dasar, serta memastikan bahwa semua warganya dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan tanpa hambatan. 

Dalam menghadapi tantangan ini, penting untuk memiliki sistem navigasi yang kuat, yang melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat, pemimpin yang dapat dipercaya, serta lembaga-lembaga yang mampu menjaga keadilan dan keseimbangan. 

Sebagaimana pelayaran membutuhkan koordinasi yang baik antara awak kapal, demokrasi juga memerlukan kerjasama yang efektif antara pemerintah, lembaga-lembaga, dan masyarakat sipil untuk menjaga agar kapalnya tetap berlayar dengan stabil menuju arah yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi yang mendasar.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama